Reduksionisme adalah keyakinan bahwa hal-hal yang kompleks selalu bisa
dipahami dengan cara mereduksinya menjadi bagian sederhana.
Sebuah materi dianggap sebagai dasar dari semua bentuk eksistensi, dan
dunia dianggap sebagai dasar dari semua bentuk eksistensi, dan dunia materi
dianggap sebagai suatu kumpulan dari objek-objek yang terpisah yang dirakit
menjadi sebuah mesin raksasa.
Dalam proses reduksionisme terjadi kehilangan makna karena “keseluruhan lebih besar dari
penjumlahan komponen-komponennya”.
Hal ini dimulai ketika para ilmuwan
memulai penyelidikannya tentang materi lebih jauh ke objek atom dan subatom.
Landasan fisika klasik ternyata tidak sanggup menjawab fenomena atom dan
subatom yang penuh ketidakpastian. Hingga muncullah subjek-subjek relativitas
dan quantum dalam ilmu fisika modern yang tidak
dapat dijelaskan dengan paradigma lama ilmu
fisika. Penelitian tentang subatom dan atom yang lebih seksama menunjukan bahwa
partikel-partikel subatom tidak mempunyai makna sebagai entitas yang terpisah.
Akan tetapi semua itu bisa dipahami hanya sebagai interkoneksi atau korelasi.
“The Structure of Scientific
Revolutions”, tidak sedikit mengubah presepsi orang tentang science. Jika
sebagian orang mengatakan bahwa ilmu bersifat linier-akumulatif, dalam
pandangan Kuhn ilmu bergerak melalui tahapan-tahapan yang akan berpuncak pada
kondisi normal yang kemudian usang “membusuk” karena digantikan oleh ilmu atau
pandangan baru.
Menurut Kuhn, ilmu
berkembang melalui siklus; masa normal
-> masa krisis -> revolusi ilmiah -> masa normal -> masa
krisis -> revolusi ilmiah ->
----------dst.
Masa Normal
Suatu paradigma yang terdiri dari
asumsi-asumsi teoritis yang umum dari hukum-hukum serta teknik-teknik agar
penerapanya diterima oleh para masyarakat ilmiah.
Masa Krisis
Dalam masa normal, seringkali ada
permasalahan yang tidak terselesaikan dan banyak diantaranya amat penting
menurut asumsi ilmuwan. Yang pada akhirnya akan muncul keganjilan,
ketidaksepakatan dan penyimpangan dari hal-hal yang biasa. Karena adanya
krisis, suatu masyarakat ilmiah akan berusaha menyelesaikan krisis tersebut,
hal inilah yang disebut proses sains luar biasa. Pada proses sains luar biasa
ini, masyarakat ilmiah akan dihadapkan pada dua pilihan, apakah akan kembali
pada cara-cara lama atau berpindah pada sebuah paradigma baru, jika memilih
yang kedua maka terjadilah apa yang disebut Kuhn “Revolusi Ilmiah”.
Revolusi Ilmiah – Masa Normal –
Masa Krisis
Revolusi Ilmiah merupakan episode
perkembangan non-komulatif, dimana paradigma lama diganti sebagian atau
seluruhnya dengan paradigma baru yang bertentangan. Oleh karena itu menurut
Kuhn perkembangan ilmu itu tidak secara komulatif atau evolusioner, tetapi
secara revolusioner yakni membuang paradigma lama dan mengambil paradigma baru
yang berlawanan. Paradigma baru tersebut dianggap dan diyakini lebih dapat
memecahkan masalah untuk masa depan.
Apabila paradigma baru dapat diterima dan dapat bertahan dalam kurun waktu tertentu, maka ilmu tersebut akan menjadi ilmu normal yang baru, dan kemungkinan akan ditemukan anomali-anomali dan terjadi krisis baru begitu seterusnya. Menurutnya tidak ada paradigma yang sempurna dan terbebas dari kelainan-kelainan. Sehingga konsekuensinya ilmu harus mengandung suatu cara untuk mendobrak keluar dari satu paradigma ke paradigma lain yang lebih baik, inilah fungsi revolusi.
Apabila paradigma baru dapat diterima dan dapat bertahan dalam kurun waktu tertentu, maka ilmu tersebut akan menjadi ilmu normal yang baru, dan kemungkinan akan ditemukan anomali-anomali dan terjadi krisis baru begitu seterusnya. Menurutnya tidak ada paradigma yang sempurna dan terbebas dari kelainan-kelainan. Sehingga konsekuensinya ilmu harus mengandung suatu cara untuk mendobrak keluar dari satu paradigma ke paradigma lain yang lebih baik, inilah fungsi revolusi.